Make More Your Money

Friday, August 3, 2007

"MELATI ITU PERNAH TERLUKA"


oleh : Ratnadewi Idrus

Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (QS. Ar Ra'd 13:11)

*****

"A..ti..ka..?!." Sejenak Nisa tertegun melihat sosok yang ada di hadapannya. Hampir saja ia tak percaya bahwa wanita itu adalah sahabat lamanya.

"Iya Nisa, aku Tika!." Mereka saling berpelukan melepas rindu. Hampir 7 Tahun sudah perpisahan itu. Akibat sebuah pertengkaran yang menorehkan luka di hati Atika!. Dan Nisalah orang yang patut dipersalahkan dalam hal ini!.

Dulunya mereka adalah sahabat karib, kemana pergi selalu bersama. Tika dengan kekuatan fisiknya bak bodyguard yang selalu melindungi Nisa. Ditambah kelebihannya dalam lomba lari, lengkaplah sudah, namanya terkenal. Ia juga pintar mencari uang dengan berdagang kecil-kecilan, sehingga tidaklah heran walau keluarganya tergolong sederhana namun uang jajannya bisa sepuluh kali lipat dari anak-anak pejabat.

Suatu ketika,

"Boleh aku menumpang di rumahmu Nisa?.. kakak ipar mau memperkosaku!, alhamdulillah Allah melindungiku. Ini sudah kedua kalinya!."

Nisa terkejut setengah mati mendengar berita itu, "Innalillaahi.. orangtuamu tahu hal ini?.." Wajah pucat di depannya mengangguk, "Jalan terbaik Beliau menyarankan aku pergi!, karena jika sebaliknya, kabar buruk ini akan tersebar dan keluarga kami akan malu!."

Nisa bertanya-tanya dalam hati, kenapa putusan orangtua Atika tidak adil? kenapa Beliau memilih manusia tak bermoral itu daripada anak kandungnya sendiri?!.

Setelah menceritakan musibah yang menimpa sahabatnya, Orangtua Nisa turut prihatin. Sejak saat itulah Atika menjadi bagian dari keluarga Nisa.

Setahun, dua tahun.. empat tahun berjalan, kebersamaan mewarnai mereka. Namun menginjak tahun kelima.. saat sibuk menghadapi ujian SMA, tanpa disengaja Nisa berkata dengan nada emosi pada Atika, gadis itu hampir tak punya keinginan untuk lulus, ia hampir tak pernah menyentuh bukunya.

"Bagaimana mungkin kamu bisa jadi orang sukses kalau tak punya usaha untuk itu Tika?!." Takk!, kata-kata Nisa begitu pedas terdengar, ia sadar selama ini hanya menumpang, hidup dari belas kasihan orang.

Keretakan hubungan mereka dimanfaatkan Andini, entah bagaimana keesokan harinya Atika pamit pada orangtua Nisa, walau dengan alasan yang cukup kuat. Sementara Nisa dengan perasaan bersalah menumpahkan kepedihannya dengan belajar mati-matian mengejar kelulusan, akhirnya kedua sahabat itu semakin jauh, Nisa melanjutkan studynya ke Yogya.

Waktu yang lama membuat segalanya berubah. Melati yang pernah dilukainya itu seakan tak pernah menyimpan dendam sedikitpun. Nada bicaranya, tingkah lakunya, senyumannya, semua terasa tulus dan indah. Nisa mendesak Atika untuk bercerita.

"Usai pamit dari rumahmu Nisa, aku betul-betul bingung!, Dini yang menyarankan aku pergi mau bertanggung jawab, ia meminta ibunya mempekerjakanku. Alhamdulillah aku diterima menjadi penjaga sekolah, walau gajinya kecil, aku bersyukur bisa mandiri.

Pekerjaanku setiap hari menimba air, mengisi wc guru dan murid sampai penuh, jauhnya minta ampun.., aku juga harus menyapu sekolah dan memotong rumput.

Tenaga yang kukeluarkan tidak sesuai dengan makanan yang kukonsumsi, bayangkan saja dengan uang segitu aku hanya mampu makan nasi dengan ikan asin, kadang aku memetik kangkung liar untuk dijadikan sayur.

Mungkin Ayahmu tak tega melihat keadaanku, beberapa kali Beliau memergokiku sedang menebas rumput. Suatu hari ia menawarkan bekerja di rumah Wakil Gubernur dengan gaji lumayan tinggi, namun aku masih teringat akan pertengkaran kita. Begitu polosnya kuminta Bu Mulyani (Ibu Andini) untuk mengambil sikap dalam masalah ini. Beliau seakan tak ingin melepaskanku, aku dimintanya membuat surat perjanjian, jika sudah bekerja selama setahun, aku harus diangkat menjadi pegawai negeri!. Wajah ayahmu berubah ketika mendengar permintaanku.

Tak lama kemudian ayahmu memberi khabar bahwa tempat yang ditawarkannya sudah terisi orang!. Aku bisa membaca sirat kekhawatiran dimatanya melihat keadaanku. Beliau meninggalkanku setelah memberi sejumlah uang. "Jaga dirimu baik-baik Atika.." katanya. Aku nangis.

Akhirnya aku kembali pada pekerjaan semula, gajiku dinaikkan hampir 2 kali lipat atas prestasiku menangkap maling yang ingin mencuri komputer sekolah. Satu lawan satu aku menang!. Aku juga mulai meningkatkan penghasilan, berjualan kacang goreng, es dan manisan, dari hasil keringat itulah aku bisa membeli kulkas.

Suatu ketika musibah dasyad menimpa lagi, sekolah dimasuki maling untuk kedua kalinya!. Mereka ramai sekali Nisa.. sedangkan aku hanya sendiri. Letak sekolah itu terlalu jauh dari tetangga yang akan mendengar teriakanku untuk minta tolong, aku memilih diam.

Esok harinya Bu Mulyani marah besar,

"Kamu ini bagaimana sich Atika! diserahi tangung jawab tapi tak becus!, kamu kan perkasa kenapa tidak melawan?!. "

Semua Guru membelaku. Mereka bersyukur aku selamat. "Alhamdulillaah Tika kamu tidak apa-apa, jika kamu keluar entah apa jadinya.." Kata-kata itu membuat aku sedikit terhibur. Tapi Bu Mul! Beliau masih terus menyalahkanku, bahkan polisi sendiri dimarahinya, ia menganggap komputer-komputer itu lebih berharga daripadaku!. Telah habis rasa sabar ini, tanpa bisa mengendalikan emosi aku melawan.

"Saya memang wanita perkasa Bu! saya bisa melawan pencuri jika satu lawan satu!. Ini pencurinya ramai sedangkan saya sendiri. Apakah saya mesti menyerahkan diri?!, dan jika saya diperkosa mereka, apa ibu bisa mengganti kesucian saya?!.. dan menjamin masa depan saya yang sudah suram?!".

Bu Mul terdiam!. Sejak saat itu Beliau tak lagi memperdulikanku. Aku seakan hidup segan mati tak mau berada di rumah itu, kuputuskan untuk pp (pulang pergi) dari rumah ke sekolah. Ternyata musibah tak hanya sampai di sini, pencuri yang tahu rumah itu kosong mengambil kulkasku. Aku stress Nisa.. ditambah kematian ayah, seperti orang hilang ingatan, aku suka termenung-menung sendiri!.

Ibu tak tahan melihat keadaanku, Beliau mohon pada orangtuamu untuk menerimaku lagi. Akhirnya aku kembali.

Sampai suatu ketika, ada kenalan orangtuamu dari Malaysia mengajakku bekerja pada putrinya. Aku menjadi TKW di negeri orang dengan gaji lumayan. Alhamdulillaah.. sejak saat itulah kehidupanku mulai berubah!. Aku bisa membantu merehab rumah orangtua, memberi pinjaman modal saudara-saudaraku, menghadiahkan ponakan mainan dan uang, membeli kebun, membiayai seorang yatim yang miskin untuk melanjutkan sekolah sampai tamat SMA, dan.. aku punya tabungan untuk modal usaha jika Allah mengizinkanku berumah tangga!."

Nisa terharu mendengar penuturan sahabatnya. Sebuah cerita panjang yang penuh duka, namun berujung kebahagiaan.

"Maafkan segala kesalahan Nisa ya Tika..!" Ucap Nisa dengan butiran air mata.

Atika memegang lembut jemari tangannya. "Tidak Nisa, kamu tidak salah! lewat dirimu Allah menyadarkanku untuk memperbaiki diri dan penghidupan!. Aku memang tidak suka membaca buku.. tapi aku selalu membaca Firman Allah dan meresapinya dalam setiap tarikan nafasku!."

Nisa begitu bahagia atas perkembangan pesat sahabatnya, keesokan hari ia minta Ayuning menemaninya mengantar Atika ke Bandara.

"Nisa sering memikirkanmu Tika!. Ia begitu bahagia mendapatimu sebagai Melati yang berkedudukan tinggi!."

Atika tak mengerti apa yang dikatakan Ayuning, sementara Nisa hanya tersenyum mendengarnya. Akhirnya.. perpisahanpun tiba.

"Jaga dirimu baik-baik sayang..!". Ucap Nisa lirih sambil memeluk dan menciumi Melatinya. Tika tegar berusaha keras menyembunyikan tangis. Ia melambaikan tangan pada keduanya sambil berucap,

"Jangan khawatir!, insya Allah.. aku akan pulang dengan sejuta kesuksesan!."

Atika terlihat semakin mengecil, dan akhirnya.. hilang!. Serasa mimpi, Nisa terjaga dan mengajak Ayu untuk pulang.

"Melati itu pernah terluka, Ayu.. rasa sakit menyadarkannya untuk bangkit!, berusaha menjadi manusia yang lebih baik!. Semoga Allah meridhai seluruh perjuangannya".

1 comment:

Anonymous said...

aku setuju hidup tanpa cobaan hidup kan terasa hampa.beruntunglah orang yang selalu temukan cobaan di dalam hidupkan dan hidup kan lebih berarti