Make More Your Money

Monday, February 11, 2008

Ikatan Manusia

Manusia oleh Allah swt dibekali dengan kebutuhan fisik (hajat al-udhawiyyah) dan naluri (gharizah). Untuk memenuhi kebutuhannya ternyata manusia tidak bisa mengadakannya selalu oleh diri sendiri, namun kadang membutuhkan pertolongan orang lain. Hal ini membuktikan kelemahan dan keterbatasan manusia sebagai makhluk.

Kebutuhan untuk memenuhi naluri lapar,haus, mempertahankan diri, mempertahankan keturunan,menginginkan rasa aman, mencari ketentraman serta ekspresi manusia lainnya melahirkan sebuah interaksi dengan manuai lainnya. Inilah kenapa orang barat menyebut manusia sebagai homo socius (manusia social, manusia bermasyarakat). Dari interaksinya dengan manusia lain ini melahirkan sebuah masyarakat, sebuah bangsa, hingga sebuah peradaban , semisal peradaban Yunani, Romawi, Islam, dll.

Bagaimana manusia bisa terikat satu sama lain dalam kehidupan ini?Apabila kita lihat ternyata banyak ragam orang bersatu atau mengikatkan diri dalam suatu wadah (organisasi, kesukuan, paguyuban, Negara, dll). Berikut ikatan-ikatan mempersatukan manusia dengan manusia lain:

1.Ikatan Nasionalisme
Ikatan ini terjadi ketika manusia mulai hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu dan tidak beranjak dari situ. Naluri mempertahankan diri sangat berperan dan mendorong mereka untuk mempertahankan negerinya, tempat dimana mereka hidup dan menggantungkan diri. Dari sinilah cikal bakal tumbuhnya ikatan nasionalisme.
Ikatan semacam ini muncul ketika ada ancaman pihak asing yang hendak menyerang atau menaklukkan suatu negeri. Tetapi bila suasananya aman dari serangan musuh atau musuh tersebut dapat dilawan dan diusir dari negeri itu, sirnalah kekuatan ini. Karena itu, ikatan ini rendah nilainya.

2. Ikatan kesukuan (sukuisme)
Ikatan ini tumbuh di tengah- tengah masyarakat pada saat pemikiran manusia mulai sempit. Ikatan ini mirip dengan ikatan kekeluargaan, hanya sedikit lebih luas. Munculnya ikatan kesukuan karena manusia pada dasarnya memiliki naluri mempertahankan diri, kemudian dalam dirinya mencuat keinginan untuk berkuasa. Keinginan itu muncul hanya pada individu yang rendah taraf berfikirnya.
Apabila kesadarannya meningkat dan pemikirannya berkembang, maka bertambah luaslah wilayah kekuasaannya, sehingga timbul keinginan keluarga dan familinya untuk berkuasa. Keinginan tersebut terus melebar sesuai dengan perkembangan pemikirannya, sampai suatu saat timbul keinginan sukunya berkuasa di negeri tersebut. Apabila mereka telah mendapatkan kekuasaan itu, ia pun ingin sukunya menguasai bangsa-bangsa yang lain. Inilah yang menjadi penyebab timbulnya berbagai pertentangan lokal antar individu dalam sebuah keluarga yang saling berebut pengaruh. Keadaan seperti ini menimbulkan rasa fanatisme golongan (ta’ashub) dalam diri anggota ikatan ini. Mereka dikuasai oleh hawa nafsu dalam usahanya membela anggotanya terhadap anggota suku yang lain. Dengan demikian, ikatan semacam ini tidak sesuai dengan martabat manusia.

Ikatan ini senantiasa menimbulkan berbagai pertentangan intern, kalau tidak disibukkan dengan berbagai perselisihan dengan pihak luar (keluarga, suku, bangsa, dan lain-lain).
Berdasarkan hal ini, ikatan nasionalisme merupakan ikatan yang rusak (tabi’atnya buruk) karena tiga hal:

1) Karena mutu ikatannya rendah, sehingga tidak mampu mengikat antara manusia satu dengan yang lainnya untuk menuju kebangkitan dan kemajuan.
(2) Karena ikatannya bersifat emosional, yang selalu didasarkan pada perasaan yang muncul secara spontan dari naluri mempertahankan diri, yaitu untuk membela diri. Di samping itu ikatan yang bersifat emosional sangat berpeluang untuk berubah-ubah, sehingga tidak bias dijadikan ikatan yang langgeng antara manusia satu dengan yang lain.
(3) Karena ikatannya bersifat temporal, yaitu muncul saat membela diri karena datangnya ancaman. Sedangkan dalam keadaan stabil, yaitu keadaan normal, ikatan ini tidak muncul. Dengan demikian, tidak bisa dijadikan pengikat antara sesama manusia.

Demikian pula halnya dengan ikatan kesukuan termasuk ikatan yang rusak karena tiga hal:
(1) Karena berlandaskan pada qabilah/keturunan, sehingga tidak bisa dijadikan pengikat antara manusia satu dengan yang lainnya menuju kebangkitan dan kemajuan.
(2) Karena ikatannya bersifat emosional, selalu didasarkan pada perasaan yang muncul secara spontan dari naluri mempertahankan diri, yang didalamnya terdapat keinginan dan ambisi untuk berkuasa.
(3) Karena ikatannya tidak manusiawi, sebab menimbulkan pertentangan dan perselisihan antar sesama manusia dalam berebut kekuasaan. Karena itu, tidak bisa menjadi pengikat antara sesama manusia.
Selain ikatan-ikatan yang rusak tadi, masih terdapat ikatan lain yang dianggap oleh sebagian orang sebagai alat untuk mengikat anggota masyarakat, yaitu “ikatan kemaslahatan” dan ikatan kerohanian. yang tidak memiliki suatu peraturan.

3. Ikatan kemaslahatan/kepentingan
Ikatan kemaslahatan adalah ikatan yang sifatnya temporal . Hal ini disebabkan adanya peluang tawar menawar dalam mewujudkan kemaslahatan mana yang lebih besar, sehingga eksistensinya akan hilang begitu satu maslahat dipilih atau didahulukan dari maslahat yang lain. Apabila kemaslahatan itu telah ditentukan, berakhirlah persoalannya. Kemudian orang-orangnya pun membubarkan diri, karena ikatan itu berakhir tatkala maslahat telah tercapai. Jadi, ikatan ini amat berbahaya bagi para pengikutnya.

4. Ikatan kerohanian
Adapun ikatan kerohanian yang tidak memiliki peraturan, aktifitasnya hanya terlihat dari kegiatan spiritual saja. Ikatan ini tidak nampak dalam kancah kehidupan, bersifat parsial (terbatas pada aspek kerohanian semata) yang tidak berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, sehingga tidak layak menjadi pengikat antar manusia dalam seluruh aspek kehidupannya. Dari sini jelas bahwa akidah yang dianut kaum Nashrani tidak dapat dijadikan pengikat antar bangsa-bangsa Eropa, walaupun semuanya menganut akidah tersebut, karena tergolong ikatan kerohanian yang tidak memiliki peraturan hidup sama sekali.

5. Ikatan Idiologis
Seluruh ikatan tadi (Ikatan 1-4) adalah ikatan yang lemah dan tidak layak dijadikan pengikat antar manusia dalam kehidupannya, apalagi untuk meraih kebangkitan dan kemajuan. Ikatan yang benar untuk mengikat manusia dalam kehidupannya adalah aqidah aqliyah (akidah yang sampai melalui proses berpikir) yang melahirkan peraturan hidup menyeluruh. Inilah yang disebut sebagai ikatan ideologis (berdasarkan pada suatu mabda/ideologi.) Apabila kita telusuri dunia ini, kita hanya menjumpai tiga mabda (ideologi). Yaitu Kapitalisme, Sosialisme termasuk Komunisme, dan Islam.

Dua mabda pertama, masing-masing diemban oleh satu atau beberapa negara. Sedangkan mabda yang ketiga yaitu Islam, tidak diemban oleh satu negarapun. Islam diemban oleh individu-individu dalam masyarakat. Sekalipun demikian, mabda ini tetap ada di seluruh penjuru dunia.


* * *
(Ibn Khaldun Aljabari, 2 Februari 2007)
Referensi : Buku “ Peraturan Hidup Dalam Islam” karya Syeikh Taqiyiddin An Nabhani